Kabupaten Muba Penyumbang Angka Kemiskinan Kedua di Sumsel
MUBA -Sriwijayanews.com- Beredar di Berbagai Media Sosial, Provinsi Sumatera Selatan Masuk dalam Kategori 10 Provinsi Termiskin dengan Persentase 12,56 Persen, sementara dikutip dari berbagai sumber, kabupaten dan kota di Provinsi Sumatera Selatan Kaya akan Migas, Batu Bara, dan Hasil Perkebunan.
Salah satu kabupaten yang memiliki hasil bumi dan perkebunan yang melimpah yaitu kabupaten Musi Banyuasin, Batu Bara, Minyak, dan Gas adalah hasil di bidang hasil bumi. Sementara disektor Perkebunan ada Sawit dan Getah Karet.
Hal ini menjadi suatu pertanyaan beberapa Kabupaten dan Kota kaya akan hasil Bumi dan Perkebunan, namun kok bisa Provinsi Sumatera Selatan masuk dalam kategori 10 Provinsi termiskin di Indonesia.
Dikutip dari situs M.Bisnis.com berikut beberapa kabupaten dengan angka kemiskinan yang tinggi, Kabupaten Muratara 19,47%, Musi Banyuasin 16,13, Lahat 15,95, OKI 14,73%, dan Musi Rawas 13,50%.
Dikutil dari Musionline.com, Kepala BPS Sumsel Endang Tri Wahyuningsi mengatakan, pada dasarnya terjadi penurunan signifikan angka kemiskinan di tingkat Provinsi Sumsel sejak tahun 2018 atau ketika Herman Deru (HD) menjabat Gubernur. Pada tahun itu, angka kemiskinan menyentuh angka 12,80 persen, tetapi berhasil turun signifikan pada 2019 menjadi 12,71 persen.
" Dan hingga bulan Maret 2020, tren penurunan kembali terjadi diangka 12,66 persen," ungkapnya, Selasa (23/2/2021).
Dilanjutkannya, begitu perekonomian masyarakat terus menggeliat, Indonesia dihantam pandemi Covid-19. Provinsi Sumsel tak luput menjadi imbas dengan nyaris lumpuhnya perekonomian di setiap sektor.
Ini mengakibatkan persentase penduduk miskin bertambah pada periode Maret-September 2020 di angka 12,98 persen. Meski bertambah sebesar 0,32 persen, namun angka tersebut jauh lebih rendah dari penambahan rata-rata nasional sebesar 0,41 persen.
" Penambahan angka kemiskinan terjadi merata di seluruh Indonesia lantaran dampak pandemi. Tapi, Sumsel mampu menekan penambahan sehingga masih dibawah rata-rata nasional," jelasnya.
Menurutnya, Garis Kemiskinan (GK) dipergunakan sebagai suatu batas mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk dikatakan miskin jika memiliki rata-rata pengeluaran per orang setiap bulannya di bawah GK.
Selama periode Maret-September 2020 GK naik 0,51 persen yaitu dari Rp 439.041 per orang perbulan pada Maret 2020 menjadi Rp 441.259 per orang perbulan pada September 2020. Sementara pada periode September 2019-September 2020, GK naik sebesar 3,63 persen dari Rp. 425.808 per orang per bulan pada September 2019 menjadi Rp441.259 per orang per bulan pada September 2020.
GK ditentukan dari GK Makanan (GKM) dan GK Non-makanan (GKNM). Menghitung angka kemiskinan bukan dari penghasilan melainkan pengeluaran penduduk. Peranan kelompok makanan masih jauh lebih besar dibandingkan peranan kelompok bukan makanan seperti perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan.
Dijelaskan Endang, menurunkan angka kemiskinan bukan perkara mudah. Namun dia mengapresiasi Provinsi Sumsel cukup tangguh dalam menghadapi pandemi. Perekonomian tetap tumbuh bertahan sehingga daya beli masyarakat tidak terlalu menurun drastis.
Pada tahun 2020, Sumsel mencatatkan diri sebagai daerah paling tertinggi untuk regional Sumatera di bidang pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi. Pada 2019, pertumbuhan ekonomi Sumsel sebesar 5,71 persen dan juga tertinggi di pulau Sumatera, bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi nasional di angka 4,57 persen.
" Ini membuktikan Sumsel mampu bertahan di tengah pandemi dibanding daerah lain, pembangunan terus berlanjut dan sekarang dilanjutkan pembangunan Pelabuhan Tanjung Carat," tegasnya.
Dirinya mengapresiasi atas ada sinergitas antara Gubernur Sumsel dan Bupati/Walikota dalam upaya percepatan penurunan angka kemiskinan. Utamanya daerah-daerah yang paling besar penduduk miskin seperti OKI, Muara Enim, Musi Banyuasin (Muba), Banyuasin, Palembang dan lainnya," tutupnya.(Maropin/Tim)
Posting Komentar