SKK Migas Target 2030, Produksi 1 Juta Barel Per Hari
Angka tersebut melebihi angka yang dicanangkan dalam Rencana Umum Energi Nasional tahun 2017 sebesar lebih dari 200 ribu bopd.
Keempat strategi tersebut mengedepankan strategi eksplorasi yang masif dan intensif. Strategi kedua mendorong dan mengkampanyekan penerapan enhanced oil recovery (EOR) di lapangan mature.
Selain eksplorasi dan EOR, strategi lainnya dengan mengakselerasi monetisasi proyek-proyek utama, sehingga mempercepat potensi sumberdaya menjadi lifting. Strategi terakhir dalam menahan penurunan produksi alami serta mendorong peningkatan produksi adalah dengan menjaga keandalan fasilitas produksi, maksimalisasi kegiatan kerja ulang dan perawatan sumur, reaktivasi sumur tidak berproduksi (idle), dan inovasi teknologi.
Kemudian, berdasarkan data SKK Migas hingga September 2019 atau Triwulan III, realisasi lifting minyak dan gas bumi (migas) mencapai 89 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar 2 juta barel setara minyak per hari/barrel oil equivalent per day (boepd).
Total lifting migas sebesar 1,8 juta boepd dengan rincian lifting minyak 745 ribu bopd dan lifting gas 1,05 juta boepd.
“Angka itu setara dengan 90% dari target APBN sebesar 2 juta boepd,” sebut Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, belum lama ini.
Dwi menyebut, 84% dari total lifting hulu migas berasal dari sepuluh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) utama, antara lain ExxonMobil, Chevron, Pertamina, BP, ConocoPhilips, Eni, Medco Energi dan Petrochina. Sementara 16% sisanya disumbang oleh 80 KKKS lainnya.
“Dimana sebesar 84 persen total lifting hulu migas merupakan kontribusi dari sepuluh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) utama dan 16 persen didukung 80 KKKS lainnya,” jelas Dwi.
Lanjut Dwi, ada sejumlah alasan yang menghambat capaian kinerja lifting migas kuartal III-2019. Setidaknya, ada tiga alasan disebut Dwi, diantaranya faktor pertama yang membuat lifting tertekan ialah harga gas dunia yang mengalami penurunan.
Harga gas dunia yang anjlok hingga di bawah US$ 4 per Million British Thermal Unit (MMBTU) berakibat pada pengurangan produksi gas (curtailment), terutama pada produk gas alam cair atau Liquefied Natural Gas (LNG). Alhasil, pengurangan tersebut berdampak pada penjualan kargo gas, lantaran ada pembatalan pembelian dan penundaan penjuaalan kargo.
Dwi menjelaskan, pengurangan produksi LNG antara lain terjadi di LNG Bontang, LNG Tangguh, dan LNG Donggi Senoro.
“Harga gas dunia terpukul. Sehingga lebih baik menyimpan gas dibandingkan menjual, itu berdampak pada cutailment,” kata Dwi, saat ditemui di kantornya.
Disamping harga gas, Dwi juga mengungkapkan kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Sumatera telah mengganggu produksi di Blok Rokan. “Padahal, Blok Rokan menyumbang lifting minyak kedua terbesar,” pungkasnya.
Sumber : Humas SKK Migas Sumsel
Posting Komentar