Lestarikan Sidat, FAO dan KKP Susun Rencana Pengelolaan Perikanan Sidat Nasional
Bandung,SRINE--Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Food and Agriculture of The United Nations (FAO) bersama Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terus berusaha menjamin kelestarian sumber daya ikan sidat. Salah satunya dengan menyusun Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Sidat (Anguilla spp.) di Indonesia.Direktorat Pengelolaan Sumber Daya Ikan melalui I-Fish Project telah melakukan Workshop and Focus Group Discussion on Indonesian Eel Fisheries Management Plan pada tanggal 22-23 Agustus 2019 di Bandung, untuk menghasilkan dokumen awal RPP Sidat (Anguilla spp.) di Indonesia.
Menurut Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan M. Zulficar Mochtar, RPP Sidat sangat mendesak untuk segera ditetapkan, mengingat pemanfaatan sidat beberapa tahun terakhir mengalami kecenderungan meningkat. Selanjutnya, masuknya sidat tropis dalam COP ke-18 CITES menjadi indikasi yang tidak bisa diabaikan bahwa ikan sidat mengalami tekanan yang sangat tinggi.
Masih menurut Zulficar, perikanan sidat harus dikelola pada batas yang memberikan manfaat yang optimal dan berkelanjutan, serta menjamin kelestariannya. Oleh karena itu, Zulficar mengarahkan bahwa RPP Sidat yang sedang disusun harus memuat status perikanan sidat, isu dan permasalahan pengelolaan, serta rencana aksi pengelolaan perikanan sidat di Indonesia dengan mengutamakan prinsip kehati-hatian, berkeadilan, dan berkelanjutan.
_“Kerjasama KKP dengan FAO dalam menyusun RPP Sidat (Anguilla spp.) di Indonesia merupakan salah satu terobosan besar dalam pengelolaan perikanan secara berkelanjutan di perairan darat, karena hingga saat ini RPP yang disusun hanya untuk perairan laut”_ jelas Zulficar.
Sementara itu, menurut acting National Project Manager FAO IFISH Toufik Alansar, dokumen perencanaan pengelolaan ikan dengan nilai ekonomi tinggi ini berisikan arahan dalam pengelolaan perikanan sidat yang bertanggung jawab. Penyususan RPP memperhatikan prinsip-prinsip ekologi, biologi, sosial-ekonomi, dan kelembagaan yang mengedepankan kearifan lokal.
_“RPP ini dibuat agar perikanan sidat Indonesia dapat terus bermanfaat secara ekonomi dan lestari untuk masyarakat dan rakyat Indonesia”_ jelasnya saat memberi arahan pada acara tersebut.
Ia menegaskan bahwa perencanaan pengelolaan ini disusun bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan perikanan sidat.
RPP merupakan kesepakatan antara Pemerintah pusat maupun daerah, pelaku usaha, nelayan, pembudidaya, peneliti, akademisi, dan pemerhati lingkungan. Karena seluruh pihak memiliki tujuan yang sama yakni berkomitmen membangun pengelolaan perikanan sidat indonesia secara bertanggung jawab dan lestari.
Rencana Pengelolaan Perikanan akan berlaku secara nasional, jika sudah final, RPP sidat akan disosialisasikan ke seluruh pemangku kepentingan agar dapat menjadi acuan dalam mengelola perikanan sidat secara bertanggung jawab.
_“Apa yang termuat di dalam RPP diharapkan dapat mewakili seluruh elemen dan kepentingan dalam pengelolaan perikanan sidat. Kedepan masih ada empat pertemuan besar yang tiga diantaranya akan dilakukan di lapangan, dan akan dibagi menjadi tiga wilayah, wilayah barat, tengah dan timur. Harapannya 2019 draf dokumen final dapat diselesaikan”_ tambah Kepala Seksi Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Perairan Darat Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dony Armanto dalam workshop RPP sidat.
Salah satu contoh penerapan RPP sidat kedepannya adalah membangun sistem monitoring dan pendataan hasil tangkapan perikanan sidat Indonesia, dan membangun kawasan perlindungan serta penerapan hukum terkait aturan dalam penangkapan dan perdagangan sidat. Sebelumnya, RPP Sidat sudah ada, namun masih berfokus di lokasi pantai Selatan Jawa. Padahal potensi dan kegiatan pemanfaatan Sidat tersebar di beberapa wilayah di Indonesia selain Jawa, misal di Poso, Bengkulu, Aceh, Lampung, Bolaan Mangondo, dan sejumlah wilayah lainnya.
Berdasarkan peta persebaran ikan sidat, Indonesia merupakan salah satu penghasil ikan sidat terbesar di dunia, khususnya ikan sidat jenis Anguilla bicolor bicolor dan Anguilla marmorata. Karena populasi Sidat yang dianggap masih banyak, sejumlah perusahaan asing terutama Jepang mengimpor sidat dari Indonesia untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Meskipun relatif masih banyak jumlah populasi sidat, jika dibandingkan dengan jumlah sidat dua puluh tahunan yang lalu jumlahnya sangat banyak berkurang. Penyebabnya adalah kerusakan habitat, penangkapan berlebihan, pencemaran, hingga pembangunan bendungan. Ikan sidat sendiri merupakan sumber pangan yang amat baik, karena mengandung protein tinggi, Vitamin A 4700 IU, omega 3, DHA dan EPA.
*Tentang FAO Indonesia*
Indonesia telah menjadi anggota Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO) sejak tahun 1949 dan Perwakilan FAO di Indonesia didirikan pada tahun 1979. Selama beberapa dekade, kerjasama antara FAO dan Pemerintah Indonesia telah dibangun dalam sektor pangan dan pertanian, termasuk kesehatan hewan, perikanan dan kehutanan. Hingga saat ini, lebih dari 650 proyek dan program telah dilaksanakan oleh FAO di seluruh Indonesia dengan bantuan lebih dari 1.600 ahli dan konsultan nasional maupun internasional.(Imo)
Posting Komentar