Terkait Penolakan Uji Kompetensi Wartawan, Ini Jawabannya
Jakarta, SRINE.Com--Wilson Lalengke yang menggugat perihal kompetensi wartawan Indonesia. Pendapat Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) yang juga Ketua Sekretariat Bersama Pers Indonesia ini lazim kita dengar di sebagian besar dari kalangan abal-abal. Mereka menolak Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diselenggarakan PWI, AJI, IJTI, dan lembaga-lembaga pers lainnya. Pendapat dia masih jamak. Bukan karena tidakmauan, melainkan ketidakmampuan.Sekali lagi, tidak ada yang istimewa. Sebaliknya, secara eksplisit dia menuduh melaksanakan UKW adalah pemerasan terhadap penerbitan. Ini perlu penjelasan.
Baik, pada tulisan ini saya akan mengupas satu demi satu kegalauan Tuan Lalengke. Galau karena peraturan pers Indonesia tidak mengakomodir batasan sebagian besar yang juga memerlukan label pers profesional.
Pertama, dudukkan dulu pengertian Pers. Harus kita samakan dulu pengertian pers, agar pembahasan sampai ke kompetensi debat dalam alam yang sama. Pers adalah lembaga atau badan usaha yang menyediakan informasi melalui kerja-kerja jurnalistik melalui saluran media massa untuk disiarkan kepada masyarakat. Semua yang melakukan kerja-jurnalistik ini disebut sebagaimana diumumkan. Ini adalah definisi dasar yang kita tentukan yang termaktub pada UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 Bab 1 Pasal 1. Di dalam pasal ini ditegaskan, di dalam kerangka menjunjung profesionalisme maka setiap mereka yang mengerjakan kerja-kerja jurnalistik tersebut di atas akan dituju pada Kode Etik Jurnalistik.
Dari pengertian pers di atas, kita bisa membahas tentang lembaga resmi yang menyusunnya mengikutsertakan UU dan aturan hukum yang terkait. Ini untuk membedakan perusahaan pers dengan perusahaan stensilan, membedakan pula dengan grup propaganda yang bekerja berdasarkan kepentingan atau partisan. Web blogspot, akun media sosial dan juga tabloid yang diterbitkan mengeluarkan kelompok pers.
Wartawan pun begitu pula. Wartawan adalah mereka yang melakukan kerja-jurnalistik, mencari informasi, menerima, menyimpan mengolah, menyampaikannya kepada masyarakat. Wartawan adalah anggota keredaksian di perusahaan pers yang selalu ditandai dengan kartu pers. Wartawan memuat semua posisi redaksi, mulai dari pemimpin umum hingga wartawan. Apa artinya, itu bukan bagian dari keredaksian. Meskipun ia kerap menulis di media massa. Meskipun dia sering menyampaikan informasi penting yang menjadi berita di media tersebut. Kerja seorang wartawan adalah bagian dari kolektivitas kerja-kerja redaksi, di mana dalam pertanggungjawaban hukum saat ada sengketa pers pihak yang pertama sekali bertanggung jawab adalah pemimpin redaksi, bukan wartawan yang menulis beritanya.
Dua hal di atas kita perlu dudukkan Tuan Lalengke, agar di awal diskusi ini kita bisa argumen yang kontekstual.
Kemudian, untuk mengatur tata cara perundangan Indonesia mendirikan lembaga nasional yang bernama Dewan Pers. Dewan Pers adalah perwakilan masyarakat Pers Indonesia yang diisi oleh tokoh-tokoh pers yang mewakili perwakilan dan pengusaha perusahaan pers. Setiap tidak diisi oleh tiga orang, ditambah tiga orang lagi dari masyarakat. Dipimpin terbentuklah susunan anggota Dewan yang mewakili tiga orang, dipilih oleh organisasi wartawan, pimpinan perusahaan pers dan pemimpin masyarakat yang memiliki keahlian di bidan pers dan komunikasi. Tugas utama mereka adalah mengembangkan kebebasan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional. Keberadaan Dewan Pers ini diatur oleh Pasal 15 UU Pers Nomor 40 Tahun 1999. Pembentukan Dewan Pers pertama kali dilakukan pada tahun 1966 melalui UU Nomor 11 Tentang Ketentuan Pokok Namun sekarang Dewan Pers sudah memiliki Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999, dan merupakan lembaga independen yang tidak bisa diintervensi pemerintah.
Nah, karena Dewan Pers yang memiliki wewenang kehidupan nasional maka segala masukan tentang pers memang harus dialamatkan kepada mereka. Saya ikut beberapa protes Tuan ke Dewan Perselisihan keindependensian, keadministrasian, cara kerja anggota Dewan Pers, hingga masalah keuangan. Bagi saya itu sah-sah saja, karena negara demokrasi kita bisa saja berbeda pendapat.
Posting Komentar